Senin, 27 Agustus 2018

Manajemen Hoax


Pada program ILC edisi 21 Agustus 2018 kemarin, pakar komunikasi Effendi Gazali mengemukakan fakta yang menarik, alasannya yaitu mengungkapkan faktor kunci kemenangan dan kekalahan sebuah kontestasi, sekaligus menandakan tugas kunci media, khususnya media sosial, dalam kala keterbukaan informasi dan komunikasi ketika ini. Aneh juga fakta penting ini belum ada yang merespon.

Effendi Gazali menyampaikan bahwa selama masa kampanye Pemilihan Presiden AS pada tahun 2016, Hillary Clinton telah melaksanakan klaim kebenaran sebanyak 72 kali dan hanya melaksanakan klaim kebohongan sebanyak 14 kali, atau 84 berbanding 16%. Sedangkan Donald Trump melaksanakan klaim kebenaran hanya 29 kali berbanding klaim kebohongan sebanyak 113 kali, atau 20 berbanding 80%.

Hasilnya, Hillary kalah dan Trump keluar sebagai pemenang. Ternyata kebohongan yang terorganisir mengalahkan kebenaran yang kurang atau tidak terorganisir.

Sebelumnya sudah beredar buku berjudul "The Hitler Effect", sebuah buku sangat pribadi dan terbatas yang membongkar teknik-teknik manipulasi rekayasa sisi gelap fikiran manusia. Beberapa kutipan pidato Hitler berikut inilah agaknya yang kemudian mewabah menjadi The Hitlet's Effect:

“Buatlah kebohongan yang besar, buatlah menjadi sederhana, selalu ulangi kebohongan itu, dan jadinya orang-orang akan percaya."

“Dengan propaganda yang efektif dan berkelanjutan, seseorang sanggup menciptakan orang banyak melihat nirwana sebagai neraka, atau kehidupan yang sangat menyedihkan sebagai surga.”

Pada goresan pena sebelumnya telah disebutkan, bahwa ketika ini kita sedang berada pada zaman keempat dalam Sejarah Islam, di mana fitnah dan ujian terhebat akan terjadi pada umat islam; zaman di mana akan terjadi pembuktian semua tanda kiamat yang telah digambarkan dalam hadist-hadist final zaman. Di antaranya: lahirnya para pemimpin dzalim, diberikannya amanah pada yang bukan ahlinya, makin meluasnya perzinaan, khamr dan narkoba, tidak terhindarnya seluruh insan dari sistem riba,  serta tatanan masyarakat yang sudah terbuai media sehingga yang dusta dianggap benar dan yang benar dianggap dusta. Inilah agaknya The Hitler's Effect itu.

Menjual Sapi Seharga Ayam

Suatu ketika sepasang kakek-nenek yang mempunyai seekor sapi, sedang berbicara di dalam rumahnya:

Kakek: “Nek…, Kalau kita ternak sapi saja, penghasilannya paling cuma setahun sekali…”

Nenek: “Terus gimana dong, Kek?”

Kakek: “Gimana kalau kita jual saja sapi kita, terus hasilnya kita belikan kuda buat narik delman, jadi untungnya bisa tiap hari.”

Nenek: “Wah inspirasi manis tuh, Kek!”

Tanpa diketahui, ternyata pembicaraan si kakek dan si nenek, didengarkan oleh persekutuan pencuri.

Akhirnya mereka menciptakan inspirasi licik untuk mengelabui kakek-nenek tersebut.

Keesokan harinya si kakek dan nenek berjalan menuntun sapinya menuju pasar. Di tengah jalan mereka bertemu dengan seorang pemuda, yg merupakan salah satu dari persekutuan pencuri tersebut.

Pencuri 1: “Waaaah! AYAM-nya manis sekali kek! Berapa mau di jual?”

Kakek: “Enak saja dibilang AYAM, yang berkaki empat menyerupai ini namanya ya SAPI!”
Pencuri 1: “Hahaaaa… si Kakeek bercanda aja…, dari dulu juga yang kaya gini mah namanya AYAM, Keek!”

Kakek: “Haaaah.. sabodoo ah!!”

Selang beberapa lama, ternyata si kakek bertemu kembali dengan seorang pemuda, salah satu persekutuan pencuri juga.

Pencuri 2: “Dijual berapa ayamnya, Kek?”

Kakek: “Ini SAPIIIIII,.. bukan AYAM!”

Sambil melanjutkan perjalanan. Akhirnya si kakek mulai ragu dan bertanya kepada si nenek. “Emang bener ini teh ayam, Nek?”

Nenek: “Bukan kek… ini mah sapi…”

Kakek: “Atau kita sudah mulai pikun yaah??”
Nenek: “Gak tau juga, Kek …”

Sesampainya di pasar…

Pencuri 3: “Naaaah ini diaaaa,… Akhiiirnyaaa… tiba juga AYAM yang ditunggu-tunggu. "Mau dijual berapa Kek ayamnya?”

Setelah berdebat, jadinya si kakek menjual SAPINYA seharga AYAM.

(Toto Warsono Blogs,
Rabu 12 Agustus 2015.
Berbagi Kisah-kisah Hikmah, Bisnis dan Dakwah "Kebenaran yang Tidak Terorganisir akan Dikalahkan oleh Kejahatan yang Terorganisir").

Renungan

Si kakek-nenek jadinya harus mengalah menjual sapi seharga ayam, padahal hingga kapan pun sapi tidak akan pernah bisa menjelma ayam. Tapi Sang kakek-nenek tidak berdaya terhadap bombardir kebohongan sapinya dibilang ayam; klaim kebenaran Sang kakek-nenek berhasil dikalahkan oleh kebohongan yang direkayasa; klaim kebenaran dikalahkan oleh rekayasa kebohongan.

Ternyata keunggulan klaim kebenaran saja tidak cukup untuk memenangkan sebuah persaingan. Dibutuhkan administrasi kebohongan semoga bisa mengalahkan klaim kebenaran. Tentu saja klaim kebenaran yang dikelola secara benar, sangat bisa mengalahkan klaim kebohongan yang dikelola secara sama-sama benar.

Untungnya, seorang Hitler sekali pun ternyata tidak bisa memadamkan cahaya kebenaran, alasannya yaitu ia juga pernah berpidato begini:

“Selalu lebih sulit melawan kepercayaan dibandingkan melawan pengetahuan.”

Padahal Hitler sangat mungkin belum tahu bahwa ada Janji kemenangan bagi oran-orang beriman:

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kau yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menyebabkan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menyebabkan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridlai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, sehabis berada dalam ketakutan menjadi kondusif sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir sehabis (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (al-Nur: 55).

Siapakah orang beriman itu?

“Mereka itu yaitu orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat , yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mu'min itu.” (al-Taubah: 112).

Masalahnya, bagaimana mengelola klaim kebenaran ini, semoga tidak terulang lagi sejarah dimana ketulusan Abu Musa dikalahkan oleh kelicikan Amr bin Ash; semoga kepolosan sang kakek-nenek tidak dikalahkan oleh kelicikan sebuah rekayasa; bagaimana mengelola klaim kebenaran secara benar semoga bisa mengalahkan klaim-klaim kebohongan?

Di sinilah pentingnya tugas media sosial, yaitu menangkal dan meluruskan informasi dan bombardir informasi menyesatkan yang  diorganisir secara sistematis, masiv.

والله اعلم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar