Guru dan dosen merupakan sama-sama pendidik profesional. Namun yang membedakan antara keduanya yakni terkait kiprah utama yang dilakoni dan jenjang subjek yang dididik. Tugas utama guru yakni mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi penerima didik. Peserta didik yang dimaksud berada pada jenjang usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Sedangkan kiprah utama dosen yakni mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan dedikasi kepada masyarakat. Adapun jenjang subjek yang dididik oleh seorang dosen yakni pada tingkat sekolah tinggi tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa kesamaan antara guru dan dosen yakni sama-sama sebagai pendidik profesional. Disamping itu, dari uraian di atas sangat terang pula perbedaan antara keduanya. Kepada profesi guru tidak dibebankan kewajiban meneliti dan mengabdi kepada masyarakat. Sedangkan kepada dosen selain mendidik, diwajibkan pula meneliti dan mengabdi kepada masyarakat.
Kualifikasi Guru dan Dosen dalam Perspektif Duniawi
Untuk layak menyandang profesi guru, maka wajib mempunyai kualifikasi pendidikan minimum sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dan mempunyai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sedangkan profesi dosen wajib mempunyai kualifikasi pendidikan minimum magister (S2) dan juga mempunyai kompetensi sebagaimana telah disebut di atas.
Untuk layak menyandang profesi guru, maka wajib mempunyai kualifikasi pendidikan minimum sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dan mempunyai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sedangkan profesi dosen wajib mempunyai kualifikasi pendidikan minimum magister (S2) dan juga mempunyai kompetensi sebagaimana telah disebut di atas.
Namun demikian, seseorang yang dengan besar hati mengakui dirinya sebagai dosen yang bergelar magister/doktor, tetapi tidak pernah meneliti (dengan output selesai publikasi ilmiah) dan tidak pernah melaksanakan dedikasi kepada masyarakat, pada hakikatnya ia bukanlah seorang dosen. Mungkin kepadanya cukup layak disebut guru saja. Apakah guru SMA, guru Sekolah Menengah Pertama atau guru SD?
Dibalik itu semua, penulis mencatat paling tidak ada dua hal yang membanggakan pada profesi guru. Guru sering disebut sebagai jagoan tanpa tanda jasa. Kemudian ada peringatan hari guru setiap tanggal 25 November. Kedua hal tersebut tentunya tidak ada pada profesi dosen. Kepada Anda yang berprofesi sebagai dosen, jangan pula berkecil hati. Dari segi jenjang karir, pada profesi dosen ada jenjang karir tertinggi yang disebut dengan guru besar (profesor), yang tidak ada pada profesi guru.
Kualifikasi Guru dan Dosen dalam Perspektif Ukhrawi
Sangat berbeda dengan perspektif duniawi, dalam perspektif ukhrawi bersama-sama terdapat 5 (lima) kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang guru ataupun dosen, yakni: alim, wara’, lebih tua, penyantun dan penyabar. Alim bermakna bahwa seorang guru/dosen harus terpelajar dan cerdas sesuai bidang ilmunya. Dalam proses pembelajaran sipendidik benar-benar menguasai atas apa yang disampaikannya kepada penerima didik.
Sangat berbeda dengan perspektif duniawi, dalam perspektif ukhrawi bersama-sama terdapat 5 (lima) kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang guru ataupun dosen, yakni: alim, wara’, lebih tua, penyantun dan penyabar. Alim bermakna bahwa seorang guru/dosen harus terpelajar dan cerdas sesuai bidang ilmunya. Dalam proses pembelajaran sipendidik benar-benar menguasai atas apa yang disampaikannya kepada penerima didik.
Sedangkan kualifikasi lebih renta sanggup dimaknai bahwa seorang guru/dosen idealnya secara umur harus lebih tua/senior dari pada penerima didik. Ini tentunya sangat penting menyangkut dengan kewibawaan. Di samping itu guru/dosen harus mempunyai banyak pengalaman dan mempunyai wawasan yang luas. Kualifikasi wara’ berarti seorang guru/dosen harus bisa menjaga dirinya dari kemaksiatan. Guru/dosen wajib menjaga budbahasa yang baik sebab mereka merupakan pola bagi penerima didik. Guru/dosen harus sanggup digugu dan ditiru.
Kualifikasi penyantun, berarti guru/dosen harus santun dalam bertutur dan santun pula dalam bersikap. Seseorang yang tidak santun seharusnya tidak layak diluluskan pada ketika seleksi menjadi calon guru ataupun dosen. Terakhir yakni penyabar. Guru/dosen harus sabar dalam mendidik. Terkadang ada penerima didik yang lambat dalam memahami atas materi pembelajaran yang telah disampaikan. Di situlah diuji tingkat kesabaran seorang guru/dosen, hingga kesannya penerima didik sanggup termotivasi dalam mencar ilmu dan sukses memahami terhadap apa yang dipelajari dari sang guru/dosen.
Ingat, guru/dosen yang jago yakni sosok yang sanggup mengubah penerima didik dari tidak bisa menjadi bisa. Bravo kepada Anda yang berprofesi sebagai guru ataupun dosen. Wassalam.
Oleh: Zainal Putra, SE, MM
Dosen Universitas Teuku Umar
dan Redaktur Pelaksana UTU News
Dosen Universitas Teuku Umar
dan Redaktur Pelaksana UTU News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar